Proses Terbentuknya Fosil dan Penentuan Umur Fosil

Pengertian fosil ditinjau dari istilahnya berasal dari bahasa Latin, yaitu fossa yang berarti menggali keluar dari dalam tanah. Secara umum, fosil dapat diartikan sebagai sisa-sisa atau jejak makhluk hidup (manusia, hewan, atau tanaman) yang hidup di masa lampau yang telah berubah menjadi batu atau mineral.

Proses Terbentuknya Fosil dan Penentuan Umur Fosil

Fosil dari makhluk hidup tersebut terjadi secara alami dalam kurun waktu ribuan tahun (mempunyai umur geologi), dan biasanya terawetkan dalam suatu sedimen atau lapisan kulit bumi. Fosil yang banyak ditemukan, umumnya adalah dalam bentuk kerangka yang tersisa, seperti cangkang, gigi, dan tulang. Ilmu yang mempelajari tentang fosil disebut Paleontologi, yang merupakan cabang dari ilmu Arkeologi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fosil diartikan dengan sisa tulang belulang binatang atau sisa tumbuhan jaman purba yang telah membatu dan tertanam di bawah lapisan tanah. Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan endapan (sedimen) yang permukaannya terbuka. Diketemukannya fosil membuktikan beberapa hal, seperti :

  1. Adanya kehidupan atau berbagai bentuk kehidupan di masa lampau (yang terjadi pada waktu geologi sebelumnya/purba).
  2. Adanya perubahan kehidupan seiring dengan berkembangnya waktu.

Fosil memberi kita referensi ke dunia masa lampau dan berkontribusi pada penciptaan skala waktu geologis. 

Syarat Terbentuknya Fosil (Fosilisasi)

Fosilisasi adalah proses penimbunan sisa-sisa makhluk hidup yang terakumulasi dalam sedimen atau lapisan bumi, baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian, maupun jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat untuk terbentuknya suatu fosil, yaitu :

  1. Sisa atau jejak dari makhluk hidup (organisme).
  2. Mengalami pengawetan dan terjadi secara alami.
  3. Terbebas dari bakteri pembusuk.
  4. Pada umumnya dalam keadaan padat/keras dan mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit.
  5. Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu.

Fungsi Fosil

Keberadaan fosil sangat penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi. Fosil yang ditemukan pada suatu lapisan bumi tertentu, digunakan untuk menandai periode waktu atau geologi tertentu. Misalnya, batuan yang mengandung fosil graptolite harus dalam masa Paleozoikum. Sedangkan distribusi geografis fosil memungkinkan ahli geologi untuk mengadaptasi komposisi batuan dari bagian dunia yang lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa fungsi dari fosil adalah :

  1. Menentukan usia relatif bebatuan.
  2. Menentukan korelasi batuan antara satu tempat dengan tempat lain.
  3. Mengetahui evolusi makhluk hidup.
  4. Menentukan kondisi lingkungan yang ada saat batuan fosil terbentuk.
  5. Merekonstruksi lingkungan masa lalu.

Jenis Fosil

Secara umum, fosil dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu :

  1. Fosil tubuh (body fossils), merupakan jenis fosil yang terdiri dari sisa-sisa tubuh makhluk hidup atau organisme. Misalnya : tulang belulang, gading, cangkang, dan lain sebagainya.
  2. Fosil jejak (trace fossils/ichnofossils), merupakan jenis fosil yang terbentuk dari aktivitas atau perilaku makhluk hidup atau organisme di masa lalu. Misalnya : sarang/rumah dari makhluk hidup, kotoran, bekas cakaran, dan sisa-sisa aktivitas yang lainnya.

Berdasarkan Ukurannya

Fosil dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

  1. Macrofossil (fosil besar). Jenis fosil ini dapat dipelajari langsung tanpa menggunakan suatu alat bantu.
  2. Microfossil (fosil kecil). Jenis fosil ini biasanya dipelajari dengan menggunakan suatu alat bantu seperti mikroskop.
  3. Nannofossil (fosil sangat kecil). Sebagaimana microfossil, untuk mempelajari jenis fosil ini juga digunakan suatu alat bantu khusus, yaitu mikroskop khusus dengan pembesaran hingga 1.000 x.

Berdasarkan Proses Terbentuknya

Fosil dapat dibedakan dalam beberapa jenis, diantaranya adalah : 

  1. Fosil yang terbentuk dalam bebatuan (endapan sedimen).
  2. Fosil yang terbentuk dalam getah pohon (amber).
  3. Fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Brea di California, Amerika Serikat.

Fosil Hidup

Selain jenis fosil tersebut di atas, terdapat satu jenis fosil lain yang oleh para ahli, umum disebut dengan fosil hidup. Fosil hidup merupakan istilah yang digunakan untuk suatu spesies hidup yang menyerupai sebuah spesies yang hanya diketahui dari fosil.

Sebagian ahli ada yang berpendapat bahwa fosil hidup merupakan suatu makhluk hidup (hewan atau tumbuhan) yang dikira telah punah, tetapi ternyata masih tetap ada. Fosil hidup juga dapat mengacu pada suatu spesies hidup yang tidak memiliki spesies dekat lainnya atau sebuah  kelompok kecil spesies dekat yang tidak memiliki spesies dekat lainnya. Beberapa contoh dari fosil hidup adalah :

  1. Ikan coelacanth. 
  2. Pohon ginkgo.
  3. Aardvark (Babi Afrika atau Trenggiling).
  4. Kelinci Amami.
  5. Elephant Shrew (Tikus Gajah).
  6. Pelican (Burung Pelikan).
  7. Panda Merah.

Proses Terbentuknya Fosil

Fosil terbentuk dari proses penghancuran peninggalan makhluk hidup atau organisme yang pernah hidup. Hal ini sering terjadi ketika makhluk hidup terkubur dalam kondisi lingkungan yang bebas oksigen. Fosil yang ditemukan jarang yang terawetkan dalam bentuknya yang asli. Proses pemfosilan adalah proses perubahan dari organisme hidup menjadi fosil. Untuk mengetahui bagaimana fosil terbentuk, tergantung dari apa yang terjadi setelah makhluk hidup atau organisme tersebut mati. Secara umum, fosil terbentuk dalam lapisan batuan sedimen melalui proses yaitu

  1. Pasir dan endapan lumpur yang sudah lapuk dan tererosi dari tanah terbawa ke sungai menuju ke laut atau rawa. Selanjutnya mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan menekan endapan yang lebih tua untuk menjadi batu.
  2. Ketika dalam proses menjadi batu tersebut, ada makhluk hidup (organisme) air atau makhluk hidup (organisme) darat yang mati dan ikut terendapkan bersama-sama dengan terjadinya sedimen tersebut, maka makhluk hidup atau organisme tersebut akan terawetkan menjadi fosil.

Sebagai catatan : fosil merupakan susunan teratur, di mana fosil tersebut mengendap dalam lapisan atau strata pada batuan sedimen, menandai berlalunya waktu geologis. Selain itu, fosil juga dapat terbentuk dalam : 

  1. Getah pohon atau yang biasa disebut dengan fosil amber, contoh : ditemukannya fosil serangga purba yang terjebak di dalam getah pohon.
  2. Proses pembekuan, contoh : ditemukannya fosil mamooth (gajah purba) yang membeku dalam es.

Penentuan Umur Fosil

Umur fosil dapat ditentukan, salah satunya dengan menggunakan metode radiometric dating, yaitu dengan cara menentukan umur batuan dan fosil pada skala waktu absolut. Fosil mengandung isotop unsur yang terakumulasi dalam makhluk hidup (organisme) ketika masih hidup. Karena setiap isotop radioaktif memiliki laju peluruhan yang tetap, maka isotop tersebut dapat digunakan untuk menentukan umur suatu spesimen. Sebagai contoh :

suatu makhluk hidup (organisme) ketika hidup mengasimilasi isotop yang berbeda, salah satunya adalah karbon. Setelah makhluk hidup (organisme) tersebut mati, maka karbon tersebut tersimpan dan akan meluruh sesuai dengan lama fosil tersebut. Karbon memiliki waktu paruh sebesar 5.600 – 5.730 tahun, yang merupakan suatu laju peluruhan efektif untuk menentukan umur fosil yang relatif muda. Waktu paruh (half life) suatu isotop adalah jumlah rentang waktu yang diperlukan untuk meluruhkan 50 % dari sampel awal.

Demikian penjelasan mengenai Fosil : Syarat, Proses Terbentuknya, dan Penentuan Umur Fosil. Semoga bermanfaat bagi Anda.