Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia Melalui Konsep AMDAL

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
A. Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia Melalui Konsep AMDAL
1. Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia 
Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggris law enforcement. Istilah penegakan hukum dalam Bahasa Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa penegakan hukum selalu dengan paksaan (force) sehingga ada yang berpendapat bahwa penegakan hukum hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja. Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi preventif dan represif, cocok dengan kondisi Indonesia yang unsur pemerintahnya turut aktif dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Pengertian penegakan hukum lingkungan dikemukakan oleh Biezeveld sebagai berikut: 
Environmental law enforcement can be defined as the application of legal govermental powers to ensure compliance with environmental regulations by means of:
a. Administrative supervision of the compliance with environmental regulations
b. Administrative measures or sanctions in case of non compliance 
c. Criminal investigation in case of presumed offences
d. Criminal measures or sanctions in case of offences
e. Civil action (law suit) in case of (threatening) non compliance
Penegakan hukum lingkungan merupakan penegakan hukum yang cukup rumit karena hukum lingkungan menempati titik silang antara antara pelbagai bidang hukum klasik. Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dalam siklus pengaturan perencanaan kebijakan tentang lingkungan yang urutannya sebagai berikut:
1. Perundang-undangan
2. Penentuan standar 
3. Pemberian izin
4. Penerapan
5. Penegakan hukum
Menurut Mertokusumo, kalau dalam penegakan hukum, yang diperhatikan hanya kepastian hukum, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan. Oleh karena itu dalam penegakan hukum lingkungan ketiga unsur tersebut yaitu kepastian, kemanfaatan, dan keadilan harus dikompromikan. Artinya ketiganya harus mendapat perhatian secara proposional seimbang dalam penanganannya, meskipun di dalam praktek tidak selalu mudah melakukannya.
Berbeda halnya dengan M. Daud Silalahi yang menyebutkan bahwa penegakan hukum lingkungan mencakup penaatan dan penindakan (compliance and enforcement) yang meliputi hukum administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana. 
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 menyediakan tiga macam penegakan hukum lingkungan yaitu penegakan hukum administrasi, perdata dan pidana. Diantara ke tiga bentuk penegakan hukum yang tersedia, penegakan hukum administrasi dianggap sebagai upaya penegakan hukum terpenting. Hal ini karena penegakan hukum administrasi lebih ditujukan kepada upaya mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. Di samping itu, penegakan hukum administrasi juga bertujuan untuk menghukum pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.

a. Penegakan Hukum Administrasi
Penegakan hukum lingkungan administrasi pada dasarnya berkaitan dengan pengertian dari penegakan hukum lingkungan itu sendiri serta hukum administrasi karena penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum yaitu administrasi, perdata dan pidana. Dengan demikian penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atur dan awasi) atau control and common sarana administratif, keperdataan dan kepidanaan.
Penggunaan hukum administrasi dalam penegakan hukum lingkungan mempunyai dua fungsi yaitu bersifat preventif dan represif. Bersifat preventif yaitu berkaitan dengan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku kegiatan, dan dapat juga berupa pemberian penerangan dan nasihat. Sedangkan sifat represif berupa sanksi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku atau penanggung jawab kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran.
Penegakan hukum administrasi memberikan sarana bagi warganegara untuk menyalurkan haknya dalam mengajukan gugatan terhadap badan pemerintahan. Gugatan hukum administrasi dapat terjadi karena kesalahan atau kekeliruan dalam proses penerbitan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara yang berdampak penting terhadap lingkungan. 
Penegakan hukum administrasi yang bersifat preventif berawal dari proses pemberian izin terhadap pelaku kegiatan sampai kewenangan dalam melakukan pengawasan yang diatur dalam Pasal 18, 22, 23, dan 24 UUPLH. Sedangkan yang bersifat represif berhubungan dengan sanksi administrasi yang harus diberikan terhadap pencemar yang diatur dalam Pasal 25 sampai Pasal 27 UUPLH.
Pelanggaran tertentu terhadap lingkungan hidup dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan atau kegiatan. Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda, mulai dari pelanggaran syarat administratif sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban. Pelanggaran tertentu merupakan pelanggaran oleh usaha dan atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Penjatuhan sanksi bertujuan untuk kepentingan efektifitas hukum lingkungan itu agar dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat. Sanksi itu pula sebagai sarana atau instrumen untuk melakukan penegakan hukum agar tujuan hukum itu sesuai dengan kenyataan.
Siti Sundari Rangkuti menyebutkan bahwa penegakan hukum secara preventif berarti pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan, kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa konkrit yang menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar. Instrumen penting dalam penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang bersifat pengawasan (pengambilan sampel, penghentian mesin dan sebagainya). Dengan demikian izin penegak hukum yang utama di sini adalah pejabat atau aparat pemerintah yang berwenang memberi izin dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Penegakan hukum represif dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan. 
Dalam rangka efektifitas tugas negara, Pasal 25 UUPLH memungkinkan Gubernur untuk mengeluarkan paksaan pemerintah untuk mencegah dan mengakhiri pelanggaran, untuk menanggulangi akibat dan untuk melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan dan pemulihan. Disamping paksaan pemerintah, upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui audit lingkungan. Audit lingkungan merupakan suatu instrumen penting bagi penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan dan kinerjanya dalam menaati persyaratan lingkungan hidup yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Audit lingkungan hidup dibuat secara sukarela untuk memverifikasi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan hidup yang berlaku, serta dengan kebijaksanaan dan standar yang diterapkan secara internal oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan yang bersangkutan.
Penegakan hukum administrasi yang bersifat represif merupakan tindakan pemerintah dalam pemberian sanksi administrasi terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup. Sanksi administrasi berupa:
(1) pemberian teguran keras
(2) pembayaran uang paksaan
(3) penangguhan berlakunya izin.
(4) pencabutan izin
Mas Achmad Santosa menyebutkan bahwa penegakan hukum lingkungan di bidang administrasi memiliki beberapa manfaat strategis dibandingkan dengan peranngkat penegakan hukum lainnya oleh karena:
  • Penegakan hukum lingkungan dapat dioptimal sebagai perangkat pencegahan.
  • Penegakan hukum lingkungan administrasi lebih efisien dari sudut pembiayaan bila dibandingkan dengan penegakan hukum perdata dan pidana. Pembiayaan untuk penegakan hukum administrasi hanya meliputi pembiayaan pengawasan lapangan dan pengujian laboratorium. 
  • Penegakan hukum lingkungan administrasi lebih memiliki kemampuan mengundang partisipasi masyarakat dimulai dari proses perizinan, pemantauan, penaatan/ pengawasan dan partisipasi masyarakat dal;am mengajukan keberatan untuk meminta pejabat tata usaha negara dalam memberlakukan sangsi administrasi.
Perangkat penegakan hukum administrasi sebagai sebuah sistem hukum dan pemerintahan paling tidak harus meliputi, yang merupakan prasyarat awal dari efektifitas penegakan hukum lingkungan administrasi yaitu :
1. Izin, yang didayagunakan sebagai perangkat pengawasan dan pengendalian.
2. Persyaratan dalam izin dengan merujuk pada AMDAL, standar baku mutu lingkungan, peraturan perundang undangan.
3. Mekanisme pengawasan penaatan.
4. Keberadaan pejabat pengawas yang memadai secara kualitas dan kuantitas
5. Sanksi administrasi.
Selanjutnya Mas Achmad Santosa mengemukakan sepuluh mekanisme penegakan hukum lingkungan administrasi yaitu:
1. Permohonan izin harus disertai informasi lingkungan sebagai alat pengambilan keputusan-studi AMDAL: RKL, dan RPL, atau UKL dan UPL dan informasi-informasi lingkungan lainnya.
2. Konsultasi publik dalam rangka mengundang berbagai masukan dari masyarakat sebelum izin diterbitkan.
3. Keberadaan mekanisme pengolahan masukan publik untuk mencegah konsultasi publik yang bersifat basa basi.
4. Atas dasar informasi-informasi yang disampaikan dan masukan publik, pengambilan keputusan berdasarkan kelayakan lingkungan di samping kelayakan dari sudut teknis dan ekonomis dilakukan.
5. Apabila izin telah dikeluarkan, maka izin tersebut harus diumumkan dan bersifat terbuka untuk umum.
6. Laporan penaatan yang dibuat secara berkala oleh pemegang izin dan disampaikan kepada regulator.
7. Inspeksi lapangan dibuat secara berkala dan impromtu sesuai dengan kebutuhan.
8. Tersedianya hak dan kewajiban pengawas dan hak serta kewajiban objek yang diawasi yang dijamin oleh undang-undang.
9. Pemberlakuan sanksi administrasi yang diberlakukan secara sistematis dan bertahap.
10. Mekanisme koordinasi antara pejabat yang bertanggung jawab di bidang penegakan hukum administrasi dengan penyidik pidana apabila pelanggaran telah memenuhi unsur-unsur pidana. 
b. Penegakan Hukum Perdata
Penggunaan hukum perdata dalam penegakan hukum lingkungan hidup berkaitan dengan penyelesaian lingkungan hidup akibat dari adanya perusakan lingkungan oleh pelaku usaha atau kegiatan. Di sini penegakan hukum perdata berperan dalam bentuk permintaan ganti rugi oleh korban pencemaran dan perusakan lingkungan hidup kepada pihak pencemar yang dianggap telah menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan. 
Penggunanaan instrumen hukum perdata dalam penyelesaian sengketa-sengketa yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup pada hakekatnya memperluas upaya penegakan hukum dari berbagai peraturan perundang-undangan. Ada dua macam cara yang dapat ditempuh untuk meyelesaikan sengketa lingkungan hidup:
1. Penyelesaian melalui mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
2. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
Tujuan penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah untuk mencari kesepakatan tentang bentuk dan besarnya ganti rugi atau menentukan tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh pencemar untuk menjamin bahwa perbuatan itu tidak terjadi lagi dimasa yang akan datang (pasal 31 UUPLH). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dapat dilakukan dengan menggunakan jasa pihak ketiga baik yang memiliki ataupun yang tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan, serta membolehkan masyarakat atau pemerintah membuat lembaga penyedia jasa lingkungan untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan.
Diketahui bahwa dalam kasus pencemaran lingkungan, korban pada umumnya awam soal hukum dan seringkali berada pada posisi ekonomi lemah bahkan sudah berada dalam keadaan sekarat. Sungguh berat dan terasa tidak adil mewajibkan penderita yang memerlukan ganti kerugian justru dibebani membuktikan kebenaran gugatannya. Menyadari kesulitan itu maka tersedia alternatif konseptual dalam hukum lingkungan keperdataan yang merupakan asas tanggung jawab mutlak. Pasal 35 UU No. 23 Tahun 1997 mengandung sistem “Liability without fault” atau “strict liability”. 
Batasan dari sistem ini adalah kalau pencemaran atau perusakan lingkungan tersebut menimbulkan dampak yang besar dan penting, misalnya akibat dari pencemaran tersebut menimbulkan korban yang banyak dan kematian, sehingga korban tidak perlu lagi membuktikan kesalahan dari pelaku.
Strict liability meringankan beban pembuktian. Kegiatan-kegiatan yang dapat diterapkan prinsip strict liability diatur dalam Pasal 35 UUPLH sebagai berikut: usaha dan kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, serta kegiatan yang mengahsilkan limbah bahan berbahaya dan beracun. 
c. Penegakan Hukum Pidana
Instrumen pidana ini sangat penting dalam penegakan hukum lingkungan untuk mengantisipasi perusakan dan pencemaran lingkungan. Dalam UU No. 23 Tahun 1997 dikenal dua macam tindak pidana yaitu:
1. Delik materi (generic crimes)
Merupakan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan. Perbuatan ,elwan hukum seperti itu tidak harus dihubungkan dengan pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi sehingga delik materil ini disebut juga sebagai Administrative Independent Crimes.
2. Delik formil (spesific crimes)
Delik ini diartikan sebagai perbuatan yang melanggar aturan-aturan hukum administrasi. Oleh karena itu delik formil dikenal juga sebagai Administrative Dependent Crimes.
Dalam UUPLH dirumuskan beberapa perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan:
a. kesengajaan melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup.
b. Kesengajaan melakukan perbuatan yang mengakibatkan perusakan terhadap lingkungan hidup
c. Kealpaan melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup 
d. Kealpaan melakukan perbuatan yang mengakibatkan perusakan lingkungan hidup
e. Kesengajaan melepas atau membuang zat, energi dan atau komponen lain yang berbahaya
f. Kesengajaan memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan butir (e)
g. Kealpaan melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan dalam butir (e) dan (f) diatas. 
Sanksi pidana dalam perlindungan lingkungan hidup dipergunakan sebagai ultimum remedium, dimana tuntutan pidana merupakan akhir mata rantai yang panjang. Bertujuan untuk menghapus atau mengurangi akibat-akibat yang merugikan terhadap lingkungan hidup. Mata rantai tersebut yaitu:
1. penentuan kebijaksanaan, desain, dan perencanaan, pernyataan dampak lingkungan;
2.peraturan tentang standar atau pedoman minimum prosedur perizinan;
3. keputusan administratif terhadap pelanggaran, penentuan tenggang waktu dan hari terakhir agar peraturan ditaati;
4. gugatan perdata untuk mencegah atau menghambat pelanggaran, penelitian denda atau ganti rugi;
5. gugatan masyarakat untuk memaksa atau mendesak pemerintah mengambil tindakan, gugatan ganti rugi;
6.tuntutan pidana.
Fungsionalisasi hukum pidana untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan diwujudkan melalui perumusan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setidaknya ada dua alasan tentang mengapa sanksi pidana diperlukan. Pertama, sanksi pidana selain dimaksudkan untuk melindungi kepentingan manusia seperti harta benda dan kesehatan, juga untuk melindungi kepentingan lingkungan seperti harta benda dan kesehatan, juga untuk melindungi kepentingan lingkungan karena manusia tidak dapat menikmati harta benda dan kesehatannya dengan baik apabila persyaratan dasar tentang kualitas lingkungan yang baik tidak dipenuhi. Kedua, pendayagunaan sanksi pidana juga dimaksudkan untuk memberikan rasa takut kepada pencemar potensial. Sanksi pidana dapat berupa pidana penjara, denda, perintah memulihkan lingkungan yang tercemar, penutupan tempat usaha dan pengumuman melalui media massa yang dapat menurunkan nama baik pencemar yang bersangkutan.
Apabila perbuatan pencemaran lingkungan hidup ini dikaitkan dengan peranan atau fungsi dari hukum pidana tadi maka peranan atau fungsi dari UULH adalah adalah sebagai social control, yaitu memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku, dalam hal ini adalah kaidah-kaidah yang berkenaan dengan lingkungan hidup. Kemudian apabila dihubungkan dengan masyarakat yang sedang membangun, maka dapat dikatakan bahwa peranan atau fungsi hukum pidana adalah sebagai sarana penunjang bagi pembangunan berkelanjutan.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Lingkungan 
Dalam penegakan hukum lingkungan menurut Benjamin van Rooij, ada 6 faktor penting yang menentukan proses penegakan hukum yakni:
1. Faktor-faktor sosial, ekonomi, politik tingkat makro.
2. Faktor-faktor undang-undang yang berlaku
3. Faktor-faktor antar kelembagaan
4. Faktor-faktor internal kelembagaan
5. Faktor-faktor kasus terkait
6. Faktor terkait dengan lembaga individual 
Selain faktor-faktor diatas, faktor lain yang sangat penting dalam penegakan hukum lingkungan adalah masalah pembuktian. Dalam penegakan hukum lingkungan faktor-faktor tersebut saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri. Keterkaitan tersebut tampak sebagai berikut:
1. Faktor-faktor Sosial, Ekonomi, Politik pada Tingkat Makro.
Ada lima faktor pada tingkat makro yang mempunyai pengaruh utama terhadap keputusan penegakan hukum, yaitu:
a. kebijakan umum, melihat kepada otoritas dan prioritas penegakan hukum lingkungan dalam rangka perlindungan terhadap lingkungan hidup.
b. Kinerja ekonomi negara akan mempengaruhi penegakan hukum lingkungan.
c. Ketidakstabilan sosial dan kondisi keamanan dalam negara akan mempengaruhi penegakan hukum lingkungan.
d. Birokrasi, struktur birokrasi baik yang bersifat sentralisasi, desentralisasi maupun dekosentrasi akan mempengaruhi efektifitas, efisiensi penegakan hukum lingkungan hidup dan kontrol terhadap administrasi baik pusat maupun daerah.
e. Kesadaran lingkungan pada level negara lebih tinggi di negara maju dibandingkan di negara berkembang. Hal ini dipengaruhi oleh para pembuat keputusan yang tidak memihak pada perlindungan lingkungan hidup.
2. Faktor Undang-undang.
Merupakan kerangka normatif sebagai basis penegak hukum dalam membuat keputusan dan juga merupakan aturan substantif untuk menentukan apakah sudah terjadi pelanggaran dan aturan prosedural untuk sanksi sebagai reaksi dari pelanggaran.
3. Faktor eksternal kelembagaan (Antar Lembaga)
a. Institusi Kepemimpinan, wibawa seorang penegak hukum memberi pengaruh terhadap tegaknya hukum.
b. Lembaga Pelengkap
Dalam penegakan hukum dan penerapan sanksi diperlukan kerjasama dengan badan dan organisasi lain.
c. Si pengadu atau korban
Dalam hal ini pengadu adalah korban dari pencemaran atau perusakan lingkungan. Pengadu bervariasi, muali dari masyarakat sampai LSM atau organisasi pemerintahan. Tingkat keberhasilan pengaduan ditentukan oleh pengalaman pengadu. Semakin parah tingkat kerusakan yang diajukan pengadu semakin tertarik pula lembaga penegak hukum untuk mengambil tindakan secara serius.
d. Pelanggar
Status pelanggar mempengaruhi penegakan hukum lingkungan. Semakin tinggi status pelanggar semakin besar tekanan pada lembaga untuk tidak melakukan penegakan hukum. Besar kesalahan yang diadukan oleh pengadu bisa dipengaruhi oleh pelanggar karena ada interaksi antara pelanggar dengan penegak hukum.
e. Lembaga Kembaran
Mempengaruhi penegakan hukum karena adanya interaksi dengan lembaga lain yang berfungsi sebagai lembaga penegak hukum di daerah lain.
f. Publik Umum Lokal
Apabila pengaduan sudah menarik perhatian publik lokal dan bisa membuat tindakan yang berbeda dengan lembaga penegak hukum, maka keterlibatan publik lokal mungkin akan mempolitisir pengaduan.
4. Faktor Interen Kelembagaan
Faktor interen kelembagaan dipengaruhi oleh:
a. sumber-sumber, suatu lembaga memerlukan sumber-sumber untuk mencapai tujuannya. Sumber tersebut sangat dipengaruhi oleh bagaimana tujuan tersebut ditranslasikan dalam tugas. Sumber yang dimaksud tidak hanya dari segi finansial tetapi juga sumber daya manusia.
b. Stuktur internal, menetapkan siapa yang akan melakukan atau yang mempunyai otoritas terhadap apa yang akan dilakukan dan siapa yang mempunyai otoritas untuk membuat keputusan atas pengaduan. Dalam struktur internal juga digariskan hubungan pembuat keputusan hubungan tersebut dikontrol melalui manajemen internal.
c. Kepemimpinan 
Dalam lembaga publik terdapat dua kepemimpinan yaitu manajer eksekutif dan manajer personalia. Masing-masing memiliki tugas dan otoritas yang berbeda.
d. Budaya organisasi, merupakan cara yang terpola yang tepat dari pertimbangan tentang tugas inti dan hubungan manusia dengan organisasi. Budaya organisasi dapat membangkitkan semangat kerja dari aparat tanpa perlu dipaksa oleh pimpinan.
5. Faktor Kasus Terkait
Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembuatan keputusan. Pertama, tingkat keparahan atau kerusakan yang dihasilkan dari suatu pelanggaran pada resiko tertinggi dan kerusakan aktual. Di sini aparat cendrung menggunakan sanksi penegakan hukum tertinggi pula. Faktor kedua adalah bukti-bukti yang dapat dikumpulkan terhadap suatu pelanggaran. Jika bukti lemah maka penegakan hukum kurang bisa dilakukan.
6. Faktor Aparat Individual
Aparat harus membuat keputusan berdasarkan sistem hukum yang berlaku sehingga diharapkan dapat membatu tegaknya hukum lingkungan.
3. Kendala Dalam Penegakan Hukum Lingkungan
Andi Hamzah menyebutkan adanya hambatan atau kendala terhadap penegakan hukum lingkungan di Indonesia:

  1. Hambatan yang bersifat alamiah jumlah penduduk Indonesia yang besar dan tersebar di beberapa pulau serta beragam suku dan budaya memperlihakan persepsi hukum yang berbeda, terutama mengenai lingkungannya.
  2. Kesadaran hukum masyarakat masih rendah kendala ini sangat terasa dalam penegakan hukum lingkungan Indonesia. Untuk itu sangat diperlukan pemberian penerangan dan penyuluhan hukum secara luas.
  3. Peraturan hukum menyangkut penanggulangan masalah lingkungan belum lengkap, khususnya masalah pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan.
Undang-undang tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup belum dilengkapi seluruhnya dengan peraturan pelaksanaannya sehingga sebagai kaderwet belum dapat difungsikan secar maksimal. Misalnya tentang penentuan pelanggaran yang mana dapat diterapkan sebagai pertanggung jawaban mutlak (strict liability) secara perdata. Sudah ada ketentuan mengenai AMDAL, baku mutu, tetapi belum ada ketentuan tentang arti apa yang dimaksud dengan merusak atau rusak lingkungan di dalam ketentuan pidana. Begitu pula halnya dengan pengertian korporasi, korporasi dapat dipertanggungjawabkan pidana.
4. Para penegak hukum belum mantap khususnya untuk penegakan hukum lingkungan
Para penegak hukum belum menguasai seluk beluk hukum lingkungan. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan pendidikan dan pelatihan. Disamping itu juga belum adanya spesialisasi penegak hukum di bidang lingkungan.
5. Masalah pembiayaan penanggulangan masalah lingkungan memerlukan biaya yang besar disamping penguasaan teknologi dan manajemen. Perlu diketahui bahwa peraturan tantang lingkungan mempunyai dua sisi. Sisi yang pertama adalah kaidah atau norma, sedangkan sisi yang lain adalah instrumen yang merupakan alat untuk mempertahankan, mengendalikan, dan menegakkan kaidah atau norma itu.