Perlawanan Daerah Banjar terhadap Kolonialisme Belanda

Perlawanan Banjar (l 859-i 863) Perang Banjar terjadi ketika Pangeran Antasari dengan 300 pra uritnya melakukan penyerangan ke tambang batu bara milik Belanda di Pengaron pada tanggal 25 April 1859. Selanjutnya, Pangeran Antasari memimpin berbagai peperangan di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan Tanah Laut Tabalon.
Pertempuran antara pasukan Pangeran Antasari dan pasukan belanda berlangsung terus di berbagai medan dan setiap saat semakinsengit. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia di persenjatai modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Banjar. Akhirnya, Pangeran Antasari memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendiriannya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
“… dengan tegas kami terangkan kepada Tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)…”
Selain itu, Belanda pun pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai, tidak seorang pun mau menerima tawaran ini.
Setelah lama berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari tertangkap, kemudian wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, apalagi tertipu Belanda. Pangeran Antasari wafat pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, beliau terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan. Perjuangannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Muhammad Seman.