Resensi Novel Sejarah TAN (sebuah Novel)

Resensi Novel Sejarah TAN (sebuah Novel)NAMA= Rahma Wijayanti

KELAS= X IPS 4
MAPEL= SEJARAH (peminatan)
No.absen= 24
Judul Buku              : Tan: Sebuah Novel

Penulis                     : Hendri Tedja

Penerbit                   : Javanica

Tanggal Terbit        : Februari 2016

Jumlah Halaman    : 427 Halaman

A. SINOPSIS
Saya selalu percaya bahwa kita akan lebih mudah memahami apa yang terjadi saat ini dengan cara memahami kejadian di masa lampau atau sejarah. Buku ini menceritakan kisah hidup Tan Malaka, salah satu tokoh yang paling berpengaruh (selain Soekarno, Hatta, dan Sjahrir.) pada zaman perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Tan Malaka dilupakan oleh bangsa ini, hampir tidak pernah saya dengar namanya sampai saya duduk di bangku kuliah. Kenapa Tan Malaka, tokoh yang begitu penting dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan ini seakan ingin dihapus dari sejarah? Lagi-lagi komunis alasannya. Ya, Tan Malaka Tokoh Komunis, pernah menjabat sebagai ketua umum Partai Komunis Hindia (nama partai sebelum dirubah menjadi Partai Komunis Indonesia). Semenjak kuliah saya memulai membaca artikel-artikel di internet mengenai tokoh ini, sampai terakhir saya menyelesaikan buku novel biografi sejarah ini.

B. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN BUKU
Buku ini tidak menceritakan kisah tentang Tan Malaka sampai akhir hidupnya (Tan Malaka tewas dieksekusi Tentara Indonesia di Kediri tahun 1949). Buku ini memulai kisah Tan Malaka semenjak dia diangkat menjadi tetua adat, lalu memutuskan meninggalkan gelar adat tersebut untuk bersekolah di Belanda. Diceritakan pula pertemuan Tan Malaka dengan Ki Hajar Dewantara di Belanda, kisah cintanya dengan gadis Belanda, dan bagaimana Belanda telah membentuk Tan Malaka menjadi seorang berideologi kiri.

Kembali ke Indonesia, Tan Malaka melanjutkan perjuangannya menjadi seorang guru di Deli, Sumatra Utara. Selanjutnya diceritakan saat Tan Malaka berjuang di pulau Jawa dan bertemu tokoh-tokoh komunis nasional seperti Alimin dan Semaoen yang saat itu merupakan petinggi Sarekat Islam Semarang (fakta bahwa Partai Komunis Indonesia memang awalnya merupakan pecahan dari Sarekat Islam). Buku ini berakhir sampai kisah pemberontakan Partai Komunis Hindia pada pemerintah Hindia Belanda di tahun 1926.

Hal yang menyenangkan dari buku ini adalah Tan Malaka sebagai tokoh dengan sudut pandang pertama sebagai pelaku utama. Pemilihan sudut pandang ini akan membawa pembaca merasa jauh lebih dalam masuk ke dalam pikiran Tan Malaka. Sayangnya, buku ini hanya menceritakan kisah hidup Tan Malaka sampai tahun 1926, padahal Tan Malaka masih hidup dan berjuang sampai 23 tahun berikutnya. Mungkin juga perlu referensi-referensi lain untuk lebih memahami karakter seorang Tan Malaka.

Buku ini layak dibaca sebagai awal perkenalan dengan seorang Tan Malaka. Namun masih banyak buku-buku lain yang mengisahkan perjuangan Tan Malaka, tapi saya belum baca, jadi belum bisa membandingkan. Buku ini juga dapat menambah wawasan anda mengenai perjuangan para tokoh komunis dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Ya, komunisme dan tokoh-tokohnya juga memiliki andil yang besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Jadi, jangan percaya Tere Liye.