4 Jenis Metode Pembelajaran Perspektif Ibnu Khaldûn

Menurut Ibnu Khaldûn, metode pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru antara lain : 
1) Metode Bertahap dan Pengulangan 
Dalam metode pengajaran Ibnu Khaldûn menggunakan metode berangsur-angsur setapak demi setapak, sedikit demi sedikit dan ia menganjurkan agar seorang pendidik itu bersikap sopan dan halus pada muridnya, hal ini juga termasuk sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah guru utama bagi anaknya. Menurut Ibnu khaldûn, keahlian adalah sifat dan corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. 
Ibnu Khaldûn memberikan petunjuk bahwa seorang guru pertama sekali harus mengetahui dan memahami naluri, bakat dan karakter yang dimiliki para siswa. Ia harus memulai pelajaran yang dipandang mudah dicerna oleh para siswa dan setelah itu baru dilanjutkan pada materi pelajaran yang sulit dan rumit. Pelajaran yang efektif menurut Ibnu Khaldûn harus dicapai setahap demi setahap. Pada tahap yang pertama, pada permasalahan yang besifat fundamenatal dan pokok harus diperkenalkan, dan dalam melakukan masalah ini seorang guru harus meneliti potensi intelektual anak didik dan harus mempersiapkan diri untuk menjelaskan materi yang akan diajarkan. 
Pada tahap yang ketiga seorang guru harus memberikan perbaikan pada seluruh materi pelajaran yang diberikan, dengan demikian ia tidak meninggalkan pelajaran yang tidak jelas dan samar-samar. Seorang guru juga harus menjelaskan dengan terang segala hal yang masih bersifat rahasia dan samar-samar dari disiplin ilmu kepada para siswa. Jika para siswa dididik dengan cara demikian, maka ia akan mencapai dan menguasai materi pelajaran secara utuh.
Penggunaan metode tadarruj wa tikrari yang dipergunakan Ibnu Khaldûn juga dikutip oleh musthafa Amin dalam bukunya Tarikh al-tarbiyah menurutnya : Ibnu Khaldûn berpendapat bahwa dalam pengajaran agar disampaikan secara global pada tingkat permulaan kemudian sesudah itu secara terperinci. Pertama kali diberikan kepada anakanak pokok masalah atau bahasan dari tiap-tiap bab dari ilmu yang akan diajarkan. 
Dijelaskannya secara global pokok bahasan dari masing-masing bab. Kemudian dilakukan langkah pengulangan kedua, yaitu guru mengulangi kembali pelajaran yang telah diberikan pada langkah pertama dengan memberikan penjelasan secara terperinci, tidak ada lagi yang umum (mujmal), masalah masalah khilafiyah hendaklah dikemukakan secara jelas sampai anak-anak dapat memahaminya dengan baik dan benar. Kemudian dilakukan langkah ketiga, guru melakukan pengulangan lagi pelajaran yang telah diberikan dari awal (review). Pada langkah ketiga ini, diharapkan murid benar-benar sudah memahami dan menguasai materi yang telah diberikan.
2) Metode Dialog dan Diskusi
Metode diskusi adalah metode yang berdasarkan pada dialog, perbincangan melalui tanya jawab untuk sampai kepada fakta yang tidak dapat diragukan lagi, dikritik dan dibantah lagi. Tidak diragukan lagi bahwa metode dialog dan metode diskusi adalah merupakan salah satu metode penting dalam pendidikan, karena metode ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan pemikiran dikalangan anak didik, terutama dikalangan anak didik senior. 
Disamping metode ini berfungsi mengembangkan sikap, menghormati ide-ide orang lain dan menolak fanatik buta. Bagi mereka yang ikut ambil bagian dalam dialog dan diskusi sewajarnya memperkuat pendapatnya dengan argumen-argumen yang beraneka ragam. Dan ada akhirnya menerima pendapat-pendapat yang benar dari pihak lain yang ikut ambil bagian dalam dialog dan diskusi.
Metode ini sangat berperan membentuk dan meningkatkan kebiasaan ilmiah dikalangan anak didik, terutama dikalangan anak didik yang telah dewasa. Ibnu Khaldûn mengatakan bahwa cara yang paling mudah untuk memperoleh kebiasaan ilmiah adalah melalui kemampuan mengungkapkan secara jelas dalam dialog dan diskusi tentang masalah-masalah ilmiah. hal ini berfungsi mendekatkan atau menjelaskan maksud masalah-masalah ilmiah sehingga masalah-masalah tersebut dapat mengerti.
3) Metode Wisata
Karya wisata adalah “suatu kunjungan ke suatu tempat diluar kelas dilaksanankan sebagai bagian integral dari kegiatan akademis dan terutama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan”.  Ibnu Khaldûn mendorong agar melakukan perlawatan untuk menuntut ilmu karena dengan cara ini murid-murid akan mudah mendapat sumber-sumber pengetahuan yang banyak sesuai dengan Tabiat Ekploratif anak, dan pengetahuan mereka berdasarkan observasi langsung berpengaruh besar dalam memperjelas pemahamannya terhadap pengetahuan lewat pengamatan indrawinya.
Ibnu Khaldûn menyukai cara yang kedua wisata atau rihlah dengan cara ini tidak lain adalah perjalanan yang bertujuan untuk mengobservasi pengetahuan secara langsung kepada sumbernya. Serta mendiskripsikan apa yang diamati secara langsung. Tujuan dari rihlah ini adalah memperoleh pengalaman dan pengetahuan langsung dari sumbernya yang asli, meski caranya berlain-lainan, namun tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya menerima pelajaran dari para ulama yang mempunyai keahlian khusus dirumah mereka memberikan kepada pelajaran suatu pandangan dan observasi khusus.
4) Metode Pengajaran Bahasa Arab

Ilmu-ilmu bahasa dan kesusasteraan arab, merupakan salah satu cabang salah satu cabang ilmu lain yang mendapat perhatian yang serius dari Ibnu Khaldûn. Dalam periode-periode kehidupannya, ilmu bahasa selalu menjadi miliknya. Didalam kitab autobiografinya atTa‟rif, Ibnu Khaldûn menyebutkan bahwa dia sejak kecil hingga masa mudanya di Tunis dan Maghribi jauh, dia telah mempelajari berbagai buku induk dalam ilmu bahasa arab, diantaranya kitab atTashiil karangan Ibnu Malik, Syahru I-Hishoyari, alMu‟allaqat, al-Hammasah karangan al-A‟lam, Diwan Abi Tamam, syair-syair almutanabbi dan syair-syair dalam kitab al-Aghani.Dia menyebut guru-gurunya dalam bidang ini, yaitu ayahnya sendiri, Muhammad bin Sa‟ad bin alBurral, Muhammad bin al-„Arabi al-Hishayari, Ahmad bin al-Qasshar, Muhammad bin Bahr, Muhammad bin Jabir alKissi, Muhammad bin Abdil-Muhaimin al-Hadlrami Muhammad bin Ibrahim al-Abiri, Abdullah bin Yusuf bin Ridlwan al-Maliki, Ahmad Ibnu Muhammad azZawawi dan Abul Abbas Ahmad bin Syu‟aib.
Ibnu Khaldûn mengatakan bahasa adalah “merupakan alat bagi seseorang untuk mengungkapkan maksud yang terkandung dilubuk hatinya dengan perantaraan lidah”. Dengan ungkapan lain sebagai salah satu alat komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. 
Menurutnya menguasai bahasa arab adalah diperlukan bagi ilmuan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu agama karena kesemua sumber hukum yang terdapat pada Al-Qur’ân dan al-Hadits dalam bahasa arab karena itu Ibnu Khaldûn memandang perlu adanya metode yang praktis dalam pengajaran bahasa arab. Keberhasilan seseorang dalam menguasai bahasa sangat tergantung pada penguasaan kosa kata dan susunan-susunan kalimat sesuai dengan kondisi tertentu.
Para sahabat juga memahami Al-Qur‟ân, karena Al-Qur‟ân juga diturunkan dalam bahasa mereka sekalipun mereka tidak memahami detai-detailnya. Ibnu Khaldûn dalam Muqaddimah nya menjelaskan: ”alQuran diturunkan dalam bahasa arab dan menurut uslubuslub balaghahnya, karena itu semua orang arab memahami dan mengetahui makna-maknanya baik kosa kata maupun susunan kalimatnya.” namun demikian mereka berbeda-beda tingkat pemahamannya, sehingga apa yang tidak diketahui oleh seseorang diantara mereka boleh jadi diketahui oleh orang lain.