Kriteria dan Kewajiban Pendidik Perspektif Ibnu Khaldûn

Ilmu dan pengajaran (pembelajaran) adalah hasil kontak (ittashal) pendidik dengan anak didik, kontak ini diperlukan dalam dunia pendidikan, jika kriteria-kriteria pendidik turut menentukan dalam masalah ilmu dan pengajaran, maka dipandang perlu menjelaskan kriteriakriteria pendidik yang akan berhasil dalam tugas-tugas dan kewajiban- kewajibannya, menurut Ibnu Khaldûn, agar tujuan pendidikan (pengajaran) tercapai dengan baik. 
Seorang pendidik yang berhasil menurut Ibnu Khaldûn hendaklah memiliki beberapa kriteria dan sifat yang terpuji, antara lain : 
  1. Pertama, mempunyai ilmu dan wawasan yang luas, disamping menguasai metode pengajaran, mengetahui hal ihwal anak didik, pertumbuhan akal dan kesiapan mereka karena ilmu saja tidaklah cukup menjadi senjata seorang pendidik. 
  2. Kedua, memiliki sifat lemah lembut dan tidak kasar kepada anak didik. Ibnu Khaldûn mengatakan bahwa hukuman berat dalam proses pengajaran dapat merusak anak didik, terutama untuk anak-anak yang masih kecil, karena hal tersebut dapat menimbulkan kebiasaan buruk bagi mereka.

Seorang pendidik hendaklah berkepribadian yang integral, karena menurut Zakiah Drajat, kepribadian yang terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena unsur pribadinya bekerja seimbang dan serasi, pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap masalah dapat dipahaminya dengan objektif, sebagaimana adanya. 
Maka sebagai seorang guru ia dapat mengetahui kekakuan anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya. Pernyataan anak didik dapat dipahami secara objektif, artinya tidak ada ikatan dengan prasangka atau emosi yang tidak menyenangkan.
Muhammad Athiyah al-Abrosy menyebutkan tujuh sifat yang harus dimiliki oleh guru, yaitu zuhud, bersih dari sifat akhlak yang buruk, ikhlas dalam melaksanakan dalam tugasnya, pemaaf terhadap murid-muridnya, menempatkan dirinya sebagai seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru harus mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid-muridnya, dan harus menguasai bidang studi yang diajarkannya.
Abuddin Nata dalam bukunya “Pendidikan dalam persfektif Al-Qur’ân” bahwa seorang guru harus tampil menyenangkan. Ia harus mendahulukan pendekatan yang manausiawi, memuliakan manusia, menghargai hak-hak asasi manusia, memperlakukan seseorang seseuai dnegan tingkat kesanggupannya tidak menyampaikan materi pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikirannya, berusaha memudahkan daripada menyulitkan, berusaha menggembirakan daripada menakutkan atau menyusahkan, menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan, jangan mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya, bersikap demokratis, egaliter, toleran, menghargai perbedaan pendapat, bersikap adil, dan berpandangan jauh kedepan.
Selanjutnya Ibnu Jama’ah menawarkan kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang yang akan menjadi guru. Kriteria itu meliputi enam hal, yaitu : menjaga akhlak selama melaksanakan tugas pendidikan, tidak menjadikan propesi guru sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya, mengetahui situasi social kemasyarakatan, kasih sayang dan sabar, adil dalam memperlakukan peserta didik, dan menolong dengan kemampuan yang dimilikinya.
Ibnu Khaldûn sependapat dengan Imam Al Ghazâli, tentang beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik, disamping tatakrama dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh anak didik dalam menuntut ilmu. Ibnu Khaldûn telah menyinggung hal itu pada beberapa pasal Muqaddimahnya. Sejauh mana pentingnya bagi pendidik dalam menunaikan tugas-tugas pendidikannya?
Kewajiban-kewajiban pendidik antara lain sebagai berikut : 
  1. Pertama, pendidik hendaklah mengutamakan ilmu-ilmu pokok karena substansinya dari ilmu-ilmu alat. 
  2. Kedua, Pendidik hendaklah memperhatikan kesiapan atau kemampuan anak didik dalam proses pengajaran sehingga standar pelajaran dan metode pengajaran dapat disesuaikan dengan daya dan kekuatan akal mereka. 
  3. Ketiga, Pendidik agar tidak bersikap keras pada anak didik dalam mendidik mereka. 
  4. Keempat, Pendidik hendaklah mengisi waktu senggang anak didik dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat. 
  5. Kelima, Pendidik hendaklah memberikan suriteladan yang baik kepada anak didik, karena suri teladan dipandang sebagai suatu cara yang ampuh untuk membina akhlak dan menanamkan prinsip-prinsip terpuji pada jiwa anak didik. 

Mengenai pentingnya metode qudwah (keteladanan) ini, Zakiyah Daradjat mengatakan, betapapun baiknya kurikulum dan cukupnya bukuserta alat pelajaran, namun tujuan kurikulum itu tidak akan tercapai, jika guru yang melaksanakan kurikulum tersebut tidak memahami, tidak mengahyati dan tidak berusaha mencapai dengan keseluruhan pribadi dan tenaga yang ada padanya.

Supaya para pendidik menjadi tauladan bagi anak didiknya, maka mereka wajib membina hubungan kemanusiaan dengan anak didiknya, didasari atas rasa kasih sayang dan kelemah-lembutan hati dan pergaulan yang baik serta dialog secara spiritual dengan psikologis. Para pendidik harus menjadi idola dalam perbuatan yang terpuji di dalam lingkungan sekolah dan diluar sekolah.
Dalam hal ini Ibnu Khaldûn menyetir amanah Umar bin Utbah kepada guru yang disertai pengasuh anaknya, berkata Utbah kepada sang guru, “sebelum engkau membentuk dan membina anak-anakku, hendaklah terlebih dahulu engkau membentuk dan membina dirimu sendiri, karena anak-anakku tertuju dan terlambat padamu. Seluruh perbuatanmu itulah yang baik menurut pandangan mereka. Sedang apa yang engaku hentikan dan tinggalkan, itu pulalah yang salah dan buruk di mata mereka.
Pendidikan, menurutnya akan berubah sesuai dengan perubahan sosial. Ibnu Khaldûn tidak membenarkan tindakan guru yang keras kepada muridmuridnya, karena hal itu akan merusak akhlak anak didik dan prilaku social. Guru harus mampu menarik perhatian muridnya, menjaga mereka hingga pikiran mereka terbuka dan berkembang sendiri. Guru harus membiasakan prilaku yang baik kepada murid-muridnya, memberi contoh dan tidak mengajar mereka dengan perkataan saja.