Strategi Komunikasi Dalam Proses Pembelajaran

Pendidikan ditinjau dari prosesnya adalah bagian dari komunikasi; dalam arti bahwa proses tersebut melibatkan dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni guru sebagai komunikator dan siswa sebagai komunikan. 
Sedangkan perbedaan antara komunikasi dengan pendidikan terletak pada tujuannya atau efek yang diharapkan. Ditinjau dari efek yang diharapkan itu, jika tujuan komunikasi bersifat umum, sedangkan tujuan pendidikan bersifat khusus. Kekhususan inilah yang dalam proses komunikasi melahirkan istilah-istilah khusus seperti penerangan, propaganda, indoktrinasi, agitasi, dan pendidikan. (Effendy, 101) 
Tujuan pendidikan adalah bersifat khusus, yakni untuk meningkatkan pengetahuan peserta didik mengenai suatu hal hingga ia dapat menguasainya. Hal ini jelas berbeda dengan tujuan penerangan, propaganda, indoktrinasi, dan agitasi sebagaimana disinggung di atas. Tujuan pendidikan tersebut baru akan tercapai jika prosesnya komunikatif, dalam arti berjalan lancar dan efektif. 
Sebagaimana dipahami, bahwa secara umum proses pendidikan atau pembelajaran yang berlangsung di kelas bersifat tatap muka (face to face). Karena kelompoknya yang relatif kecil—meski pada dasarnya pola komunikasi antar guru dengan siswa di kelas termasuk komunikasi kelompok (group communication) tapi seorang pendidik sewaktu-waktu bisa saja mengubahnya menjadi komunikasi interpersonal. 
Bentuk komunikasi yang diharapkan muncul dalam proses pembelajaran di kelas adalah komunikasi dua arah (two ways flow of communication), di mana pendidik dan peserta didik dapat saling menempati posisinya baik sebagai komunikator sekaligus komunikan. Proses komunikasi dua arah tersebut terjadi apabila peserta didik bersikap responsif; mengetengahkan pendapat atau mengajukan pertanyaan, diminta atau tidak diminta. 
Sebaliknya dipihak pendidik, ia harus memberi kesempatan seluasnya kepada siswa untuk membuka dialog dan diskusi secara kreatif, inovatif, dan dinamis. Agar komunikasi dalam proses pembelajaran itu berlangsung efektif, maka pendidik harus mempersiapkan strateginya secara matang. 
Teori Harold D. Lasswell sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya agaknya tepat digunakan untuk menerapkan strategi komunikasi dalam proses pembelajaran. Maka, sebelum melakukan proses pembelajaran di kelas seorang guru harus mempersiapkan terlebih dahulu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh Lasswell tersebut. Jawaban itu menyangkut pertanyaan: Who ? (siapa komunikatornya?). Tentunya pelaku komunikator tersebut adalah dirinya sendiri sebagai pendidik; kemudian, says what (pesan apa yang disampaikan?). Dalam hal ini pesan yang akan disampaikan guru kepada siswa adalah menyangkut materi pelajaran dan muatan yang terkandung di dalamnya, yakni meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik; in which channel ? (media apa yang digunakan?). 
Media yang digunakan adalah media pembelajaran baik berbentuk audio, visual maupun kombinasi audi-visual; to whom ? (siapa komunikannya?) Dalam hal ini adalah siswa sebagai peserta didik; dan with what effect ? (efek apa yang diharapkan?), yakni tumbuhnya pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan ketrampilan hidup dalam diri siswa.