Motivasi dan Kepuasan Kerja Guru dalam melaksakan tugasnya di sekolah

Dalam suatu organisasi sekolah, kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah akan berpengaruh terhadap kinerja guru-guru di sekolah tersebut. Dengan kepemimpinan kepala sekolah yang baik diharapkan guru-guru akan melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik pula. Kepala sekolah yang menampilkan kepemimpinan dengan keteladanan yang baik, akan menjadi contoh dan panutan bagi semua warga sekolah yang bersangkutan. 
Dengan kepemimpinan yang baik akan menjadikan kondisi kerja yang baik, dan mendukung terciptanya mitra kerja yang baik pula. Dengan demikian maka para guru tersebut akan termotivasi untuk melaksanakan tugas dengan motivasi kerja yang tinggi, dan mereka akan memperoleh kepuasan dalam menjalankan aktivitasnya sebagai pendidik. 
Hal ini sejalan dengan pandangan Robin (2006), bahwa kondisi kerja dan mitra kerja yang mendukung akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian Ardansyah (2012), menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru dan berpengaruh pula terhadap motivasi kerja guru. Hal senada dikemukakan oleh Farisi (2012), bahwa hasil penelitiannya menunjukkan dengan adanya peran kepala sekolah maka akan terjadi peningkatan motivasi kerja guru.
Motivasi kerja dan kepuasan kerja guru sangat penting untuk diupayakan oleh kepala sekolah agar guru-guru tersebut memiliki motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi. Studi empiris menunjukkan bahwa tidak semua guru memiliki motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi.
Motivasi Kerja Guru 
Motivasi kerja menurut Uno (2008) adalah dorongan dari dalam diri dan luar diri seseorang untuk melakukan sesuatu yang terlihat dari dimensi internal dan dimensi eksternal. Hal senada dikemukakan oleh Suryabrata (2000) dan Siagian (1995) yang menyatakan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dari berbagai definisi motivasi, terkandung beberapa unsur antara lain keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan, dan insentif. 
Berbagai ciri yang dapat diamati bagi seseorang yang memiliki motivasi kerja menurut Kenneth dan Yukl antara lain sebagai berikut: 
  1. kinerjanya tergantung pada usaha dan kemampuan yang dimilikinya dibandingkan dengan kinerja melalui kelompok, 
  2. memiliki kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas sulit, dan 
  3. seringkali terdapat umpan balik yang konkrit tentang bagaimana seharusnya ia melaksanakan tugas secara optimal, efektif, dan efisien (Uno, 2008). 

Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja guru, kepala sekolah memiliki peran yang strategis. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan motivasi kerja guru antara lain menerapkan manajemen yang terbuka, menerapkan deskripsi pekerjaan dengan tugas dan fungsi yang jelas, menerapkan hubungan yang baik, menerapkan pengawasan yang berkelanjutan dan menyeluruh, dan perlu dilakukan program evaluasi (Karwati & Priansa, 2013). Guru yang memiliki motivasi kerja tinggi diharapkan memiliki kinerja yang lebih baik, dibandingkan dengan guru-guru dengan motivasi kerja yang rendah.
Motivasi dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal (Uno, 2008; Ryan and Deci, 2000). Menurut Uno (2008), faktor internal yang mempengaruhi motivasi kerja meliputi tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, melaksanakan tugas dengan target yang jelas, memiliki tujuan yang jelas dan menantang, ada umpan balik atas hasil pekerjaannya, berusaha untuk mengungguli orang lain, dan mengutamakan prestasi dari aktivitas yang dikerjakannya; sedangkankan faktor eksternal meliputi usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya, senang memperoleh penghargaan dari yang dikerjakannya, bekerja dengan harapan memperoleh insentif, serta bekerja dengan harapan memperoleh perhatian dari teman dan atasan. 
Kepuasan Kerja Guru 
Kepuasan kerja menurut Robbins adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima; sedangkan Greenberg dan Baron mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka (Wibowo, 2010: 501). 
Menurut Siagian (1995), kepuasan kerja merupakan sikap umum seseorang yang positif terhadap kehidupan organisasionalnya. Oleh karena itu setiap pemimpin organisasi perlu mengambil berbagai langkah agar semakin banyak anggota yang merasakan atau memperoleh kepuasan kerja. 
Ada beberapa teori kepuasan kerja, antara lain: 
(1) two-factor theory, dan 
(2) value theory (Wibowo, 2010: 503). 
Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, maka dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors. 
Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung dari padanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi maka dinamakan motivators. 
Menurut konsep value theory, kepuasan kerja terjadi pada suatu tingkatan bahwa hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil maka akan semakin puas, dan sebaliknya. Teori ini memfokuskan pada hasil mana pun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang. Dengan menekankan pada nilai-nilai, teori ini menganjurkan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor, oleh karena itu cara yang efektif untuk memuaskan pekerja adalah dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila mungkin memberikannya. 
Indikator-indikator untuk mengukur kepuasan kerja menurut Minnosota Satisfaction Quertionare (MSQ) adalah: 
  1. kebebasan memanfaatkan waktu luang, 
  2. kebebasan bekerja secara mandiri, 
  3. kebebasan berganti-ganti pekerjaan dari waktu ke waktu, 
  4. kebebasan bergaul, 
  5. gaya kepemimpinan atasan langsung,
  6. kompetensi pengawas, 
  7. tugas yang diterima, 
  8. kesempatan bertindak terhadap orang lain, 
  9. kesiapan kerja, 
  10. kebebasan memerintah, 
  11. kebebasan memanfaatkan kemampuan, 
  12. kebebasan menerapkan peraturan yang berlaku, 
  13. gaji yang diterima, 
  14. kesempatan mengembangkan karier, 
  15. kebebasan mengambil keputusan, 
  16. kesempatan menggunakan metode kerja, 
  17. kondisi kerja yang mendukung, 
  18. kerja sama, 
  19. penghargaan terhadap prestasi, dan 
  20. perasaan pekerja terhadap prestasinya. 

Dalam implementasinya, indikator-indikator kepuasan kerja dapat juga dibatasi, seperti yang dilakukan oleh Usman (2008) dibatasi pada gaji, tunjangan pensiun, jabatan, pekerjaan menantang, rumah dinas, kendaraan dinas, pelayanan kesehatan, jaminan pendidikan, hiburan, prestasi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, pimpinan dan keamanan. 
Hal ini sejalan dengan pendapat Siagian (1995) dan Uno (2008). Siagian (1995) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan dapat diukur dari faktor-faktor: 
  1. pekerjaan yang penuh tantangan, 
  2. penerapan sistem penghargaan yang adil, 
  3. kondisi yang sifatnya menantang, dan 
  4. sikap rekan sekerja; 

Sedangkan Uno (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja guru meliputi kondisi organisasi sekolah, kondisi pekerjaan, gaji/insentif, supervisi kepala sekolah, hubungan guru dengan guru dan karyawan, serta promosi jabatan. Baik motivasi kerja maupun kepuasan kerja semuanya perlu mendapat perhatian dari pimpinan organisasi, sebab kedua-duanya dapat berpengaruh terhadap kualitas kinerja karyawan di organisasi yang bersangkutan.
Faktor yang mempengaruhi motivasi dan kinerja guru
Beberapa hal yang perlu diperhatikan kepala sekolah untuk meningkatkan motivasi kerja guru meliputi faktor internal maupun eksternal (Uno, 2008; Ryan dan Deci, 2000). 
Faktor internal yang mempengaruhi motivasi kerja meliputi :
  1. tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, 
  2. melaksanakan tugas dengan target yang jelas, 
  3. memiliki tujuan yang jelas dan menantang, 
  4. ada umpan balik atas hasil pekerjaannya, 
  5. berusaha untuk mengungguli orang lain, dan 
  6. mengutamakan prestasi dari aktivitas yang dikerjakannya; 

Sedangkan faktor eksternal meliputi:
  1. usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya, 
  2. senang memperoleh penghargaan dari yang dikerjakannya, 
  3. bekerja dengan harapan memperoleh insentif, serta 
  4. bekerja dengan harapan memperoleh perhatian dari teman dan atasan. 

Sejalan dengan itu, Karwati & Priansa (2013) menyarankan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan motivasi kerja guru antara lain menerapkan manajemen yang terbuka, menerapkan deskripsi pekerjaan dengan tugas dan fungsi yang jelas, menerapkan hubungan yang baik, menerapkan pengawasan yang berkelanjutan dan menyeluruh, dan perlu dilakukan program evaluasi.