Pengunaan Metode Bermain Peran Dalam Mengurangi Perilaku Agresifitas Anak

Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih. Hasil penelitian dan percobaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan anak didik. Misalnya saja kenapa ada sebagian dari anak didik sering bersikap agresif sehingga mengganggu temannya secara fisik, verbal, maupun mental.
Dengan melakukan kegiatan bermain peran ternyata juga dapat menumbuhkan kesadaran dari para anak didik untuk belajar dari hal-hal baru. Anak didik menjadi sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini, terutama dari kelompok pemeran. Pendidik sengaja untuk menjadikan beberapa anak didik yang kerap kali mengganggu temannya yang lain ke dalam kelompok pengamat. Hal ini dilakukan agar mereka dapat mengetahui akibat dari perbuatan buruk yang sering kali mereka lakukan kepada temannya, baik ketika sedang terjadi kegiatan belajar mengajar maupun ketika sedang istirahat. Pengamatan yang dilakukan oleh para peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan bermain peran dapat menciptakan perubahan dari anak didik yang suka mengganggu setelah kegiatan bermain peran selesai. 
Akan tetapi pada kenyataannya akan banyak ditemukan juga bahwa tidak semua hal berjalan sesuai dengan harapan dan rencana apalagi ketika mulai muncul berbagai perilaku yang tidak diharapkan. Bagi anak, kebutuhan sosial merupakan suatu syarat untuk pertumbuhan jiwa, yang apabila tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan jiwa anak. Kebutuhan sosial ini tidak dapat terpenuhi sekedar mempersatukan anak yang sebaya dalam satu kelas untuk mendengarkan uarian-uraian guru. Yang dibutuhkan oleh anak adalah seorang guru yang dapat mengerti dan menyayangi mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 
Selama berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, diharapkan anak selalu berperilaku yang baik serta patuh terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat dengan perilaku yang lazim dilakukan anak-anak seusianya. 
Menurut Havighurst (1984 dalam Nurliana, 2010: 3) tugas-tugas perkembangan anak usia taman kanak-kanak yang berkaitan dengan interaksi sosial anak antara lain: 
  1. belajar bergaul dengan teman sebaya, 
  2. mempelajari peranan sosial seorang laki-laki atau perempuan dan 
  3. belajar mengambil bagian secara bertanggung jawab. 

Fenomena yang ada di sekitar memperlihatkan tidak semua anak dapat melewati tahap perkembangannya dengan baik dan selalu bisa tumbuh menjadi anak yang menyenangkan. Izzaty (2006,dalam Nurliana, 2010 3) mengungkapkan bahwa ada permasalahan yang dapat muncul pada perilaku anak-anak seperti perilaku yang tidak adaptif, merusak, serta mengganggu diri sendiri dan lingkungan. 
Hal di atas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Qaimi (2002 dalam Nurliana, 2010: 5) tentang teori usia kenakalan bahwa kenakalan anak cepat terbentuk pada usia-usia muda, para orang tua dan pendidik harus tanggap dan memahami bagaimana kepribadian anak-anak mereka ketika mereka menunjukkan tanda-tanda kenakalan. Qaimi menambahkan bahwa seorang anak akan mulai nampak menunjukkan tanda-tanda kenakalannya ketika anak berusia empat sampai enam bulan, dan secara bertahap pada usia 2,5 tahun anak hanya memiliki kecenderungan untuk melawan (orang tuanya, misalnya), di usia tiga tahun selain cenderung melawan anak juga memiliki keinginan untuk menundukkan orang lain, kemudian pada usia 4 tahun anak tengah berada dalam kondisi kenakalannya, misalnya ketika anak marah ia menghentak-hentakkan kakinya di tanah, berteriak dan selalu menentang perintah. Ketika anak menunjukkan perilaku seperti ini menurut Izzaty (2006,dalam Nurliana: 5) anak sedang berada pada area permasalahan yang juga sering muncul pada anak-anak yaitu area conduct dan restless yang salah satunya adalah agresivitas. 
Dalam pembelajaran, guru dan anak didik sering kali dihadapkan pada berbagai masalah sosial, baik yang berkaitan dengan pembelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton.
Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih. Hasil penelitian dan percobaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan anak didik. Misalnya saja kenapa ada sebagian dari anak didik sering bersikap agresif sehingga mengganggu temannya secara fisik, verbal., maupun mental. 
Kelebihan pembelajaran menggunakan metode bermain peran, yaitu: 
  1. Bermain peran memungkinkan para anak didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). 
  2. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa: sikap, nilai, perasaan dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para anak didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para anak didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya. 

Olehnya itu, guru hendaknya menerapkan berbagai metode pembelajaran demi perkembangan anak dan guru juga harus bisa mengelola kelas dengan baik supaya proses pembelajaran berjalan dengan lancar.