Model Reasoning and Problem Solving

Di abad pengetahuan ini, isu mengenai perubahan paradigma pendidikan telah gencar didengungkan, baik yang menyangkut content maupun pedagogy. Perubahan tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran, dan asesmen yang komprehensif (Krulik & Rudnick, 1996). Perubahan tersebut merekomendasikan model reasoning and problem solving sebagai alternatif pembelajaran yang konstruktif. Rasionalnya, bahwa kemampuan reasoning and problem solving merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki siswa ketika mereka meninggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan aktivitas di dunia nyata.

Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking, critical thinking, dan creative thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan memahami konsep.

Kemampuan-kemapuan critical thinking adalah menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi. Kemampuan-kemampuan creative thinking adalah menghasilkan produk orisinil, efektif, dan kompleks, inventif, pensintesis, pembangkit, dan penerap ide.

Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996).

Jadi aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.

Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu:

  1. Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan,
  2. Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar),
  3. Menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan),
  4. Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri),
  5. Refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya peran guru sebagai transmitter pengetahuan, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan.

Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Peran tersebut ditampilkan utamanya dalam proses siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah.

Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses berpikir dasar, kritis, kreatif, berpikir tingkat tinggi, dan strategi pemecahan masalah non rutin, dan masalah-masalah non rutin yang menantang siswa untuk melakukan upaya reasoning dan problem solving.

Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.